Senin, 13 Desember 2010

Demokrasi di indonesia

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Demokrasi

Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahas demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan diman dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaa tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sementara itu, penegrtian demokrasi menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
a) Joseph A. Schmeter, demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
b) Sidney Hook, demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung maupun tak langsung didasarkan pada keputusan meyoritas yang diberikan secara bebas kepada rakyat dewasa.
c) Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan diman pemerinta dimintai pertanggung jawaban atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warganegara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
d) Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasrkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan terhadap keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat mengadung tiga pengertian:
1. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)
2. Pemerintahan oleh rakyat (government by people)
3. Pemerintahan untuk rakyat (government for people)

B. Sejarah Praktek dan perkembangan demokrasi

C. Prinsip dan parameter demokrasi
Nilai dasar ajaran demokrasi yang telah berakar di masyarakat adalah kebiasaan melakukan musyawarah untuk mufakat. Demokrasi merupakan suatu system politik, tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga gaya hidup serta tata masyarakat tertentu yang didasari oleh beberapa nilai (values) sebagai wujud pelaksanaan penegakan prinsip-prinsip demokrasi. Beberapa nilai tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai secara melembaga
Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan kepentingan yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan –perselisihan ini harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha untuk mencapai kompromi, konsensus, dan mufakat. Kalau golongan yang berkepentingan tidak mampu untuk mencapai kompromi, maka keadaan semacam ini akan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi atau mufakat. Dalam kerangka ini dapat dikatakan bahwa setiap pemerintah mempergunakan persuasi serta paksaan. Dalam beberapa Negara perbedaan antara dukungan yang dipaksakan dan dukungan yang diberikan secara sukarela hanya terletak dalam intensitas dari pemakaian paksaan dan persuasi tersebut. Intensitas ini dapat diukur misalnya dengan memerintahkan berapa sering kekuasaan dipakai, saluran apa yang tersedia untuk memengaruhi orang lain atau untuk mengadakan perundingan dan dialog.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
Dalam setiap masyarakat yang memodernisasikan diri dari terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti majunya teknologi, kepadatan penduduk, dan pola-pola perdagangan. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya dengan perubahan-perubahan ini sedapat mungkin membina jangan sampai tidak terkendalikan lagi. Kalau hal iini sampai terjadi, ada kemungkinan system demokrasi tidak dapat berjalan, sehingga timbul system diktator.
3. Menyelesaikan pergantian pimpinan secara teratur
Pergantian atas dasar keturunan atau dengan jalan mengangkat sendiri ataupun melalui kudeta, dianggap tidak wajar dalam system demokrasi.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum
Golongan-golongan minoritas yang sedikit banyak akan mengalami pemaksaan akan lebih menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif. Mereka akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat, karena merasa turut bertanggung jawab.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku.
Untuk ini perlu diselenggarakan suatu masyarakat terbua (open society) serta kebebasan-kebebasan politik (political liberties) yang akan memungkinan timbulnya fleksibelitas dan tersedianya alternatif dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam hubungan ini demokrasi sering disebut sebagai suatu gaya hidup (way of life). Tetapi keanekaragaman perlu dijaga jangan sampai melampaui batas sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan suatu integritas.
6. Menjamin tegaknya keadilan
Dalam suatu demokrasi umumnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan sering terjadi karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil. Kondisi yang dicapai secara maksimal ialah suatu keadialan yang relatf. Keadilan yang dapat dicapai barangkali lebih bersifat keadilan dalam jangka panjang.


D. Model-model demokrasi

E. Sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami fluktuasi dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Secara umum, perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode yaitu:
a) Periode 1945 – 1959
b) Periode 1959 – 1965
c) Periode 1965 – 1998
d) Periode 1998 – sekarang
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap periode.

1. DEMOKRASI PADA MASA PERIODE 1945 – 1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-undang Dasar 1945 – 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia.
Faktor-faktor seperti turut ikutnya tentara pada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya, dan faktor lainnya mendorong Ir. Soekarno menegeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945. Dengan demikian berakhirlah masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer.
2. DEMOKRASI PADA MASA 1959 – 1965
Ciri dari periode ini adalah dominasi dari Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.
3. DEMOKRASI PADA MASA 1965 – 1998
Landasan formil pada periode ini adalah Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS. Secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila. Karena demokrasi Pancasila memendang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karena rakyat mempunya hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi politik yang sama untuk semua rakyat. Untuk itu pemerintah patut memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.

F. Islam dan demokrasi

Salah satu isu yang paling populer sejak dasawarsa abad kedua puluh yang baru lalu adalah isu demokratisasi. Di antara indikator paling jelas dari kepopoleran tersebut adalah berlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis. Namun demikian di tengah gemuruh proses demokratisasi yang terjadi di belahan dunia, dunia Islam sebagaimana dinyatakan oleh para pakar seperti Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalamn demokrasi yang cukup. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel P. Hungtington yang meragukan ajaran Islam sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi (Bahtiar Effendy, 2002). Karena itu dunia Islam dipandang tidak menjadi bagian dari gemuruhnya proses demokratisasi dunia. Dalam bahasa Abdelwahab Efendi (pemikir Sudan) “angin demokratis memang berhembus ke seluruh penjuru dunia, namun tak satu pun daun yang dihembusnya sampai ke dunia Muslim” (Mun’in A. Sirry, 2002). Dengan demikian terdapat pesimisme berkaitan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.
Perdebatan dan wacana tentang hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh Mun’in A. Sirry memang masih menjadi tema perdebatan dan wacana yang menarik dan belum tuntas. Karena itu kesimpulan yang diberikan oleh para pakar di atas(Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset dan Samuel P. Hungtington)bahwa Islam tidak sesuai dengan demokrasi hanyalah bagian dari wacana yang berkembang di kalangan para pakar politik Islam ketika mereka mengkaji hubungan Islam dan demokrasi. Secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran, yakni: (Mun’in A. Sirry, 2002)
- Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda
- Islam berbeda dengan demokrasi dalam definisi barat
- Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar